Jumat, 27 Mei 2016

Konflik Antara Danone Aqua dan Masyarakat Klaten, Jawa Tengah




Konflik adalah hal yang wajar terjadi dalam kehidupan manusia, karena konflik adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Konflik terjadi karena munculnya ketidak sepakatan antara kedua belah pihak.
Penduduk Indonesia beberapa tahun ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Semakin banyaknya penduduk Indonesia, semakin banyak pula tuntutan akan kebutuhan air, khususnya air mineral untuk minum. Air merupakan kebutuhan mutlak untuk semua makhluk hidup. akan tetapi ketersediaan air memiliki batasan tertentu, dimana bila dieksploitasi secara berlebihan persediaan air akan mulai mengering dan langka.
Banyaknya permintaan air minum sebenarnya menjadi peluang yang sangat bagus untuk Aqua untuk memperbanyak produksinya. Memperbanyak produksi berarti Aqua harus mengeksploitasi air lebih besar dari biasanya. Salah sumber air Aqua ada di daerah Karangdowo, kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pengeksploitasian air oleh Aqua di daerah tersebut menimbulkan banyak konflik dengan masyarakat. 
Aqua memiliki izin untuk mengambil air sebanyak 18 liter per detik melalui sumur bor di dekat mata air Sigedang, yang juga merupakan air sumber irigasi untuk lahan pertanian di lima kecamatan. Ironisnya, saat kurangnya air irigasi ini memicu konflik di antara petani itu sendiri dalam soal perebutan sumber air yang semakin mengering demi sawah-sawah mereka, Aqua malah mengajukan permintaan menaikkan debit dari 18 liter menjadi 60 liter per detik. Salah satu hal yang juga menjelaskan mengapa ide swasembada pangan semakin menjadi angan-angan belaka.
Kekeringan yang dialami penduduk kecamatan Karangdowo, kabupaten Klaten, Jawa Tengah terasa semakin parah dibanding tahun sebelumnya. Warga merasakan sulit sekali mendapatkan sumber air, bahkan sungai yang melintas di wilayah itu pun turut kering.
           Pemanfaatan air untuk berbagai penggunaan cenderung melebihi pasokan air yang tersedia dan belum terintegrasi dengan upaya konservasi air. Pengguna air umumnya mengabaikan usaha konservasi air yang seharusnya dilakukan. Hal ini makin memberikan tekanan terhadap ketersediaan sumber daya air dan pasokan air untuk berbagai penggunaan. Proporsi pemanfaatan air untuk setiap sektor sangat besar.

 


Kesesuaian di dalam pelaksanaan berdasar Undang-undang
Usaha mengembangkan SDA, dengan mentaati azas-azas manfaat, ekonomi dan berwawasan lingkungan untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berikut tindakan atau usaha yang seluruhnya harus dilakukan bersama :
1.      Melaksanakan Undang-undang dan peraturan yang mengatur pemanfaatan dan prioritas   pemanfaatan potensi SDA untuk mengurangi pertentangan yang akan timbul.
2.      Melakukan perlindungan dan pelestarian sumber daya air yang ditujukan untuk melestarikan sumber daya air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan disebabkan oleh tindakan manusia seperti tertera pada pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang SDA.
3.      Melakukan usaha penataan dan perbaikan sistem distribusi.
4.  Memberdayakan undang-undang dan peraturan-peraturan yang mencegah pencemaran lingkungan, khususnya terhadap sungai dan sumber daya air lainnya.
5.      Mengatur dan mencegah penggunaan berlebih terhadap sumber daya air (sungai) dan air tanah khususnya pada lembah sungai untuk mencegah terjadinya “over exploitation” terhadap SDA agar kelestariannya terpelihara.
6.      Drainase termasuk dalam bab I Ketentuan Umum No. 7 Tahun 2004 tentang SDA.
7.      Memberdayakan lembaga koordinasi antar sektoral.
8.      Perlu dilakukan sosialisasi tentang fungsi SDA sebagai penunjang kehidupan dan perkembangan ekonomi serta perlu dilakukan pencegahan pencemaran lingkungan.

Krisis air semakin meluas, sehingga dirasakan pula oleh warga di beberapa kecamatan sekitar yaitu kecamatan Ceper, Pedan dan Delanggu. Hal ini diakui Fainta Susilo Negoro sebagai juru bicara PT. Tirta Investama Klaten, “Di awal operasi, yang diambil 23 liter per detik. Kini menjadi 30 liter per detik. Artinya, tiap hari, ada hampir 3 juta liter air disedot dari mata air Sigedang”.
Meskipun pihak perusahaan memberikan kenaikan kompensasi dari Rp 1 menjadi Rp 5,39 per liter untuk setiap air yang disedotnya, namun kekeringan sudah semakin merajalela. Akibat krisis air bahkan mendatangkan dampak buruk lainnya seperti konflik antar petani ataupun warga dengan petani yang berebut air. Peningkatan kebutuhan air setiap sektor makin menekan potensi pasokan air yang tersedia, dan ini berdampak pada makin meningkatnya potensi konflik antarsektor. Sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar di antara sektor pengguna air. Kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan irigasi pertanian.
Air adalah kebutuhan mutlak yang ketersediaannya diperlukan oleh makhluk hidup. Namun kini masyarakat di Klaten harus menelan kondisi pahit bahwa sumber air mereka mengering dan mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Pemanfaatan air untuk berbagai penggunaan cenderung melebihi pasokan air yang tersedia dan belum terintegrasi dengan upaya konservasi air. Hal ini makin memberikan tekanan terhadap ketersediaan sumber daya air dan pasokan air untuk berbagai penggunaan. Kontribusi sektor pertanian, air minum, industri, serta potensi lestari pemanfaatan mata air dan lingkungan, dapat ditetapkan alokasi penggunaan air masing-masing pemangku kepentingan. Alokasi penggunaan air yang dimaksud harus mempertimbangkan potensi sumber daya air dalam hal volume yang tersedia menurut ruang dan waktu, serta permintaan dari berbagai pemangku kepentingan dengan segala konsekuensi logis dan risiko paling minimum.

            Penyelesaian konflik ini adalah Aqua harus lebih bijak lagi dalam mengeksploitasi air di daerah tersebut. Selain itu perlu adanya penegasan undang-undang batasan air yang boleh dieksploitasi agar kenyamanan masyarakat setempat dapat tetap terjaga.